Dalam
sebuah buku dikatakan, apa yang akan terjadi pada diri kita tergantung pada apa
yang kita pikirkan. Jika kita berprasangka baik, maka tubuh kita akan bersinergi dengan prasangka kita dan secara bersamaan pula kita
akan menularkan energi yang baik pula. Tetapi apabila kita selalu berpikir negative, niscaya kita selalu dalam bayang – banyak ketakutan dan
menghadirkan kegelisahan pada diri kita.
Dalam
Al-quran juga Allah berfirman ” Aku adalah sebagaimana kami berprasangka”
(CMIIW). Maksud dari kutipan ayat tersebut supaya kita percaya bahwa semua yang
Allah berikan kepada umatnya adalah jalan yang paling baik yang pasti
dibutuhkan oleh umatnya. Tetapi seringkali kita tidak sadar bahwa itu memang
kita butuhkan. Karena kurangnya rasa bersyukur, maka kita tidak bisa melihat
hikmah dari balik itu semua. Yang ada hanyalah kekecewaan dan merasa bahwa
Allah itu tidak adil. Kenapa kadang seseorang bisa merasa seperti itu, selain
kurangnya rasa syukur yang tidak dilakukannya adalah percaya bahwa apa yang
diberikan pasti yang terbaik dan paling adil bagi semuanya. Mungkin dampaknya
belum dirasakan pada saat ini, tetapi visi Allah bukanlah dalam hitungan detik,
menit, jam, bahkan bulan. Visi Allah pasti melihat dari belakang hingga jauh
kedepan, tetapi semua kembali kepada individu masing – masing apakah percaya
bahwa Allah itu maha adil dan maha penyayang?
Selain
itu dengan kita berpikir positive, kita bisa dengan mudah keluar dari masalah,
atau setidaknya tidak terjerumus dalam masalah yang baru. Dengan begitu secara
tidak langsung kita bisa melatih mengatur stress kita. Ketika kita dihadapkan
pada keadaan yang akan membuat kita stress, ada 2 hal yang perlu kita ketahui. Pikiran
yang didasari oleh emosi dan pikiran yang didasari oleh logika. Pada pikiran
yang didasari pada emosi kita ibaratkan dengan batu, dimana setiap itu datang
dan langsung kita makan, maka lambat laun gigi kita akan rusak bahkan rontok.
Dalam hal ini kita akan frustasi dan menjrumuskan kita dalam masalah yang baru.
Pikiran yang didasari pada emosi adalah pikiran yang tidak berdasarkan fakta –
fakta, hanya berdasarkan asomsi semata dan semua keadaan yang dilontarkan
bersifat relative. Contohnya ketika sedang melihat Itan yang sedang santai Urub
“Itan, Kamu males banget, kerjaan kamu Cuma santai – santai saja “. Padahal
Itan sudah mmbuat jadwal pada pekerjaannya, sudah memisahkan mana yang penting
dan mana yang bukan, sehingga dia mudah menyelesaikannya jauh sebelum
dateline-nya. Karena Urub sedang dalam kondisi stress yang tinggi, jadi dia
tidak tahu bahwa Itan sudah sibuk pada awal waktu, dan Urub tidak melihatnya.
Berbeda dengan pikiran yang didasari oleh logika biasanya untuk mengeluarkannya
dibutuhkan hal yang logis dan berdasarkan fakta dan data. Contoh : Urub berkata
kepada Itan : “Itan kamu selalu gagal dalam berburu, dari 10 peluru, kamu hanya
mengenai rusa sebanyak 2 kali. Itu juga di kakinya saja”. Disini jelas bahwa
itan belum mahir dalam menembak, setiap dia membidik selalu saja meleset. Jadi
Itan perlu berlatih supaya kemampuannya membaik.
Dalam hal
ini kita bisa introspeksi diri karena kita bisa tau berdasarkan data dan fakta
yang ada. Sehingga kita bisa memperbaiki untuk menjadi yang lebih baik.
Kebalikan dari itu, apabila kita dihadapkan pada situasi yang berdasarkan
emosi, kita harus bisa bersabar dan mengendalikan diri agar tidak terpancing
emosi. Jangan itu keras, dan jangan juga terlalu bertahan. Coba untuk dapat
tetap stabil dalam menjaga emosi, lihat situasi untuk dapat mudur keluar dari
masalah secara perlahan dan selalu berpikir positive agar energi positive yang
kita keluarkan dapat meredam energi negative yang ada.
Aduh
kok jadi ngolorngidul begitu ya.. tapi ya gak apa apa, yang penting kita bisa
menjaga diri kita dan selalu berpikir positive dalam keadaan sulit sekalipun.
CMIIW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar